Minggu, 29 Januari 2012

Meraup Rezeki Dengan Beternak kelinci




     Prosfek usaha ternak kelinci cukup menjanjikan. Hal ini didukung banyaknya orang yang menyukai kelinci baik kebutuhan konsumsi maupun sekedar memenuhi hobi untuk dipelihara. Menariknya, beternak kelinci ini cukup mudah dan tidak memerlukan modal yang sangat besar, dengan ketelatenan ditambah sedikit kretivitas pelaku usaha tersebut mampu meraup keuntungan lumayan besar.
     Setidaknya, itu dirasakan oleh Dedi Satria warga Kampung Gunung Sodong Rt.03/02 Desa Cibeber 1 Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor, yang telah lebih dari sebelas tahun menggeluti usaha ternak kelinci, khususnya kelinci lokal. 
     “Keuntungan yang bisa diperoleh dari usaha ternak kelinci, tidak hanya dari hasil menjual kelinci saja, tetapi feces (kotoran) dan urine (air kencing) kelinci juga laku dijual dengan nilai cukup tinggi,” ungkap Dedi mengawali perbincangan dengan Gesit.  
      Menurut Dedi, beternak kelinci prosfeknya cukup cerah baik kelici lokal maupun hias. Ia sendiri lebih konsen mengengembangkan usahanya di kelinci lokal. Pertimbangan kelinci lokal menjadi pilihan karena segmen pasarnya bisa masuk kesemua kalangan.
     “Kelinci lokal ini lebih gampang menjualnya, karena harganya yang relative murah dan terjangkau semua kalangan. Di pasaran lokal, satu ekor kelinci anakan usia 1 – 2 bulan harganya  Rp13 ribu – Rp 15 ribu. Sedangkan indukan berkisar Rp 65 ribu hingga Rp 80 ribu per ekor,” ujar Dedi.
     Menurutnya, perawatan kelinci mudah dan murah. Setiap hari kelinci diberi makan dua kali, pada pagi hari dan menjelang malam. Makanannya rumput dan sayuran, serta makanan tambahan berupa bekatul yang terbuat dari bahan dedak. Selain itu, kelinci juga memerlukan banyak minum agar tidak mengalami dehidrasi. Kelinci sudah siap kawin ketika memasuki usia enam bulan dan masa buntingnya relatif pendek, yakni 29 - 31 hari. Sekali reproduksi kelinci beranak 5 - 12 ekor anak.
     Pengembangbiakan kelinci di tempat Dedi dilakukan secara sederhana. Kelinci diletakkan dalam kandang permanen. Setiap kandang terdiri dari satu pasang. Setelah induk kelinci bunting, dipindahkan ke kandang khusus sampai beranak.
    Saat ini Dedi membudidayakan tidak kurang dari 70 ekor kelinci indukan. Dalam satu bulan, ia mampu menghasilkan lebih dari 50 ekor kelinci anakan. Kelinci tersebut dijual ke bandar atau tengkulak untuk suplai kebutuhan pasar di wilayah Leuwiliang dan juga daerah Bogor lainnya.
    “Selama beternak kelinci saya tidak pernah kesulitan pasar. Dan menjualnya pun tak perlu repot-repot karena pembelinya datang sendiri ke rumah. Macam-macam pembelinnya, ada tengkulak, pedagang sate kelinci juga masyarakat biasa yang tertarik membudidayakan  kelinci ” ucapnya.
    Selain keuntungan langsung dari kelinci, Dedi memperoleh keuntungan tambahan dari penjualan kotoran kelinci seperti kotoran padat atau fecesnya dijual Rp 5.000 - Rp 6.000 per karung, sedangkan urin kelinci dihargai Rp 1000 per liter.
    “Kotoran kelinci memiliki nilai ekonomis, yakni sebagai pupuk untuk tanaman. Konon pupuk kotoran kelinci ini kualitasnya lebih bagus dibandingkan pupuk kandang dari hewan ternak lainnya,” katanya.

Memulai Bisnis Kelinci
     Dedi mengaku, tahun 2000 merupakan awal segalanya dia memulai bisnis beternak kelinci. Ia terinspirasi terjun di usaha tersebut saat mengamati kegiatan beternak kelinci yang banyak dilakukan oleh warga di salah satu Desa di wilayah Sukabumi.
      “Saya melihat mereka bisa hidup hanya dengan beternak kelinci, kenapa engga saya coba,” pikir Dedi. Apalagi pada saat itu ia sedang menganggur baru saja berhenti dari tempat bekerja di salah satus perusahaan swasta. Karena ingin memiliki usaha sendiri dan mendapat penghasilan ekonomi setiap bulannya. Dari situlah Dedi terdorong membudidayakan kelinci, dengan modal yang sangat terbatas.
     Sebagai permulaan Dedi memelihara satu pasang kelinci. Selang satu bulan kelinci tersebut beranak 5 ekor, sayang anakan kelinci itu mati semua. Tiba-tiba sebulan kemudian induk kelinci itu beranak lagi 7 ekor, lagi-lagi anakan kelici mati juga semua. “Ini pasti saya salah teknik dalam pemeliharaan anak kelinci.” cerita Dedi mengenang masa lalunya itu. Dari pengalaman itulah ia belajar dan memberikan perlakuan khusus dalam pemeliharaan anak kelinci.
     Barulah pada bulan ketiga anakan kelinci yang lahir masih dari indukan tersebut berhasil ia pelihara hingga menjadi indukan. “Awalnya saya sempat heran, ini kelinci kok tiap bulan bisa beranak. Wah ini prosfektif sekali bisa mendatangkan uang,” sebut Dedi. Lantas ia langsung membangun kandang yang biayanya dari hasil menjual anakan kelinci.
     Berkat ketekunan dan kesabaran dalam membangun usahanya, kini Dedi telah memetik berkahnya. Dari beternak kelinci, setiap bulan ia dapat mengantongi omset sebesar Rp 1 – 2 juta.
      Keberhasilan Dedi mengelola usaha ternak kelinci santer terdengar di wilayah Bogor. Banyak warga sekitar merasa kagum dengan kiprahnya. Sebagai peternak kelinci ia dianggap menguasai seluk-beluk budidaya dan bisnis kelinci. Mulai cara membuat kandang yang baik, memilih indukan, mengatur masa kawin kelinci, mengatasi hama dan penyakit, hingga cermat dalam membaca peluang pasar.
     Tak heran jika dirinya banyak disambangi berbagai kalangan yang datang untuk belajar budidaya kelici. Salah satu diantaranya, Ocih, warga Kampung Pasir Hihid Desa Hambaro Kecamatan Nanggung.
     “Saya bisa membudidayakan kelinci caranya belajar dari Pak Dedi. Pak Dedi itu orangnya rendah hati dan tidak pelit dengan ilmu. Beliau suka membantu siapapun yang ingin belajar berbisnis kelinci.,” ucap Ocih yang mengikuti jejak Dedi dalam usaha ternak kelici. (Pepen/Gesit)







     






Tidak ada komentar:

Posting Komentar