Minggu, 29 Januari 2012

Warga Sukaresmi Manfaatkan Limbah Kayu Jadi Peluang Bisnis


 
Tak…, tek…, tok…, suara pukulan martil serta gemuruh suara gergaji dan serutan menjadi rangkian bebunyian yang memadati pendengaran kita, saat menjajaki kaki di Kampung Sleweran. Mulai dari pagi sampai sore hari, sejumlah anak muda dan orang tua, serta tak ketinggalan beberapa orang anak, baik yang masih sekolah atau yang putus sekolah ikut bekerja membantu orang tuanya membuat aneka lemari  dari bahan limbah kayu. Untuk mengetahui lebih jauh tentang usaha kerajinan tersebut, wartawan GESIT Adha Gunawan mendatangi  pengrajin limbah kayu yang berada di Kampung Sleweran, Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor.

     Awalnya, warga Kampung Sleweran menggeluti usaha ini adalah karena rendahnya faktor ekonomi, apalagi setelah badai krisis ekonomi melanda negeri ini, sedangkan tuntutan hidup seperti kebutuhan sandang, pangan maupun papan harus tetap terpenuhi. Kondisi yang tidak menguntungkan itu menjadi pemicu munculnya kreatifitas mereka, diawali dengan mencari dari mana asal bahannya, kemudian bagaimana cara membuatnya, disusul dengan bagaimana pemasarannya, tidak ketinggalan kendala apa saja yang akan dihadapinya.
     Pada tahun 1999 sampai saat ini, dengan keberaniannya untuk mencoba serta kemauannya yang tinggi untuk maju dan berkembang, Asep Marwan (33) memberanikan diri untuk memulai menekuni usaha yang hingga saat ini menjadi ladang yang menghidupi dirinya dan keluarganya.
     Ketika ditemui disela-sela kesibukannya, Asep mengungkapkan bahan mentah untuk membuat aneka lemari dan kerajinan lainnya yaitu limbah kayu yang berasal dari hasil pembuangan pabrik besar penghasil meubel yang ada di Bogor. Untuk mendapatkan limbah kayu itu, ia membelinya dari penyalur dengan patokan harga mencapai Rp 600.000 per 1 mobil box.
     Kuantitas bahan mentah yang didpat biasanya habis dalam jangka waktu 10 hari dan menghasilkan 20 unit lemari ukuran kecil dengan patokan harga mulai dari kisran harga Rp 150.000 hingga Rp 170.000. Lain halnya jika ada orang memesan dan membuat disain sendiri harga pun menyesuaikan dengan pesanan. “Untuk masalah harga tidak perlu khawatir. Harga yang ditawarkan jauh dari harga pabrik,” tutur Asep.
     Diakui, Asep, masalah pemasaran hingga saat ini belum banyak orang yang mengetahui produksi para pengrajin ini. Dalam melakukan penjualan mereka melakukan dengan cara dipanggul keliling masuk dari satu kampung ke kampung lainnya di daerah Jakarta, depok serta Bogor.

Media Promosi
      Selain itu, media promosi dari mulut-kemulut menjadi upaya lain untuk mengembangkan pasar. setelah banyak orang mengetahui hasil produksi mereka, mulailah ada beberapa dari tengkulak atau konsumen yang datang langsung ke bengkel pengrajin, terlebih lagi ketika ada salah satu lembaga yang memfasilitasi para pengrajin untuk membuat sebuah paguyuban pengrajin limbah furniture (PPLF).
      Kehadiran lembaga tersebut awalnya bertujuan untuk memudahkan kinerja para pengrajin dan mengefesiebkan tempat mereka bekerja, karena di kampung tersebut saat ini terdapat sekitar 23 pengrajin lemari yang melakukan pekerjaannya di rumah masing-masing. Lembaga tersebut mengharapkan dalam melakukan pekerjaan para pengrajin, terkonsentrasi di satu tempat. Namun karena keterbatasan ruang keinginan itu belum bisa diwujudkan. (Adha/Gesit)
    
     
        


Tidak ada komentar:

Posting Komentar