Usaha makanan memang cukup menjanjikan, tak
terkecuali makanan ringan seperti kripik singkong. Selain bahan baku yang gampang dicari,
proses pembuatannya pun tidak sulit. Bukan itu saja, kripik singkong banyak
digandrungi masyarakat luas
Tengok
saja, Asep, salah seorang pengrajin kripik singkong di kampung Mangkalaya Desa
Cibolang Kecamatan Gunungguruh Kabupaten Sukabumi, ia memproduksi kripik
singkong sebanyak 900 kg per hari.
“Produksi kripik singkong ini untuk
memenuhi permintaan pasar wilayah Bogor, Bandung dan Jakarta.
Satu kilogram kripik singkong dijual seharga Rp 5.000,” kata Asep, seraya
menyebutkan untuk memproduksi sebanyak 900 kg kripik singkong dibutuhkan bahan baku singkong sebanyak 3
ton.
Diakuinya, dengan usaha kripik singkong
sebagai panganan kecil yang disukai semua lapisan, mampu menggerakan roda
ekonomi bagi warga sekitar, pengecer bahkan sampai bandar-bandar besar. “Kami
sangat bersyukur, usaha industri rumahan ini mampu menyerap warga sekitar
sebagai tenaga kerja. Saat ini ada 40 orang warga yang menggantungkan nafkahnya
disektor industri kripik singkong ini,”
paparnya.
Strategi pasar yang dilakukannya, selain
menjaga kualitas produksi dengan dipilih bahan baku yang baik, adalah segmen pasar yang
masuk kesemua kalangan. “Untuk menjaga kualitas, kami mengandalkan bahan baku singkong wulung.
Kripik dari singkong jenis ini selain renyah rasanya juga lebih lezat,” ungkap
Asep.
Pengrajin kripik singkong lainnya, Parta
(50) menyebutkan, pemasaran kripik singkong yang diproduksinya sebetulnya sudah
menjangkau berbagai kota besar diantaranya Jakarta dan Bandung.
Namun, karena keterbatasan dana untuk biaya produksi maupun pengangkutan, maka
pemasaran kini hanya dibatasi di wilayah Sukabumi dan Bogor saja.
“Para
pengrajin kripik singkong di wilayah ini membutuhkan perhatian dari pemerintah berupa
modal maupun pembekalan guna menunjang peningkatan produksi kripik singkong,”
harap Parta.
Menurutnya, kendala yang tengah dihadapi
para pengrajin kripik singkong pada saat ini adalah membengkaknya biaya
produksi seperti untuk minyak goreng sangat tinggi. “Harga minyak goreng cukup
mahal saat ini mencapai Rp 13.000/ kg. Padahal minyak goreng merupakan bahan
pokok yang sangat menunjang bagi kelancaran produksi. Sementara harga jual
kripik tetap rendah. Jadi keuntungan yang diperoleh pengrajin pun sangat tipis.”
ucap Parta.
Ketika Gesit menyinggung bantuan modal
usaha dari pemerintah, Parta dan Asep mengaku selama menjalankan usahanya belum
pernah mendapatkan bantuan baik dari pemerintah daerah maupun pusat. (Irwan Byas/
gesit)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar